Surabaya, Warta Kota
KEPOLISIAN Jombang, Jawa Timur, terbukti salah menangkap orang. Pendapat bahwa mayat yang ditemukan di kebun tebu Dusun Berakan, Jombang, pada Oktober 2007 adalah Asrori alias Aldo ternyata salah besar.
Pendapat Kapolres Jombang AKBP M Khosim bahwa mayat di kebun itu adalah Asrori alias Aldo dipatahkan hasil uji DNA (deoxyribonucleic acid) oleh Pusdokkes Polri. Sampel darah Jalal dan Dewi Muntari, orangtua Asrori, yang digunakan sebagai pembanding pada tes DNA itu identik dengan DNA Mr X.
”Hari ini kami telah menerima hasil pemeriksaan DNA dengan pembanding sampel darah keluarga Asrori, yakni Jalal dan Dewi Muntari. Sampel darah itu identik dengan Mr X. Dengan demikian, Mr X itu adalah Asrori. Hasil ini sekaligus menjawab pertanyaan, siapa sebenarnya Mr X itu,” urai Kasat Pidana Umum Polda Jatim, AKBP Susanto, Rabu (27/8).
Hasil tes DNA itu otomatis menjadikan mayat di kebun tebu itu sebagai Mr X. Selama ini, mayat di kebun tebu itu dianggap sebagai Asrori alias Aldo. Polisi bahkan telah menangkap tiga warga Jombang yang dituduh sebagai pelaku pembunuhan di kebun tebu itu. Kini, dua di antaranya telah dijatuhi hukuman penjara. Dengan demikian, polisi telah salah tangkap.
”Atas petunjuk Bapak Kapolda, akan diambil beberapa langkah. Pertama, kami akan buat tim peneliti terhadap kasus yang ditangani Polres Jombang ini. Kedua, kami akan menggali jenazah yang telah dikebumikan yang selama ini diidentifikasi sebagai Asrori. Kasus ini akan diambil alih polda,” kata Susanto.
Kapolri Jenderal Sutanto meminta keluarga korban salah tangkap melapor ke polisi. Dia berjanji akan menindak tegas aparatnya yang bertanggung jawab atas salah tangkap tersebut.
”Jika ada masyarakat yang dirugikan oleh tindakan polisi, silakan melapor, kami akan tindak lanjuti laporan tersebut,” ujar Sutanto usai serah terima jabatan enam kapolda di Mabes Polri, Rabu (27/8) pagi.
Saat ditanya tentang dugaan penyiksaan terhadap tiga warga Jombang yang dituduh sebagai pembunuh Aldo, Sutanto mengatakan, untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka, polisi tidak dibenarkan melakukan penyiksaan. ”Penyiksaan tidak dibenarkan, itu tidak boleh. Kita akan menindak tegas anggota yang melakukan itu,” katanya.
Hal senada dikatakan oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Abubakar Nataprawira. Menurut Abubakar, penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan dari orang yang diduga sebagai pelaku kejahatan tidak diizinkan lagi. ”Berdasarkan KUHAP, bukti pengakuan itu nilainya paling kecil. Untuk membuktikan tindak pidana seseorang, penyidik harus memiliki alat bukti, petunjuk, saksi ahli, dan visum,” ujarnya.
Dua kali
Salah tangkap yang dilakukan penyidik Polres Jombang telah membuat Maman Sugianto alias Sugik, Imam Hambali alias Kemat, serta Devid Eko Priyanto sebagai tersangka kasus pembunuhan di kebun tebu. Bahkan, kini, Kemar dan Devid telah menjalani hukuman 17 dan 12 tahun penjara.
Menurut Susanto, ketiga orang tersebut dituduh sebagai pembunuh Aldo karena penyidik Polres Jombang menemukan sepeda motor Yamaha Jupiter milik Aldo dipakai salah satu dari tiga orang tersebut. Keluarga Aldo kemudian dihubungi dan diminta mengenali mayat yang kondisinya telah rusak tersebut.
”Proses identifikasinya hanya berdasarkan ciri fisik korban semasa hidup. Sidik jarinya tidak bisa diambil karena kondisi mayat sudah membusuk,” ujar Susanto.
Proses identifikasi seperti itu memiliki tingkat akurasi yang rendah. Mengapa saat itu tidak dilakukan uji forensik lain, misalnya dengan tes DNA? ”Ini yang sedang kita dalami, kenapa saat itu tidak dilakukan uji DNA. Apakah karena sudah ada keyakinan pihak keluarga bahwa ini mayat Asrori? Nanti akan ada tim khusus yang menangani itu,” kata Susanto.
Tim tersebut juga yang akan membongkar kuburan mayat korban pembunuhan di kebun tebu untuk mencari tahu siapa sejatinya dia. ”Secepatnya (pembongkaran makam) dilakukan untuk memberi gambaran yang jelas apakah ini termasuk kesalahan proses penyidikan,” kata Susanto.
Saat menyelidiki kasus mayat di kebun tebu itu, penyidik Polres Jombang meminta keterangan Ryan, rekan Asrori. Tapi interogasi itu tak dimasukkan dalam BAP (berita acara pemeriksaan). ”Soal ada hubungan apa antara Asrori dan Ryan sehingga saat itu dia (Ryan) dipanggil, kami sedang mempelajarinya,” kata Susanto.
Fakta ini menguatkan anggapan Ryan lihai bersandiwara di depan polisi. Pada kasus laporan orang hilang yang disampaikan keluarga Ariel Sitanggang, warga Depok, ke Polda Metro Jaya, polisi juga meminta keterangan Ryan. Polisi memanggil Ryan karena mendapat informasi bahwa dia adalah kawan Ariel. Namun, saat itu, polisi tak menemukan petunjuk bahwa Ryan bertanggung jawab atas hilangnya Ariel. Belakangan, dari 10 jenazah yang ditemukan di halaman rumah Ryan, salah satunya diketahui sebagai Ariel yang hilang sejak sekitar Maret lalu. (wid/Surya)
Anak Saya Bukan Pembunuh
Jombang, Warta Kota
Pengakuan Ryan bahwa dirinya pembunuh tunggal Asrori, tidak mengagetkan Khamin (75), ayahanda terpidana Imam Hambali alias Kemat (26).
Ditemui di kediamannya, Khamin mengaku tak pernah percaya Kemat membunuh Asrori. Menurut Khamin, Kemat tidak mungkin melakukan pembunuhan, karena Kemat bukan orang yang punya sifat tega melakukan kekerasan.
”Terhadap hewan saja, dia itu tidak tega melakukan pemukulan, apalagi terhadap manusia, membunuh lagi. Lebih-lebih lagi Asrori itu tetangganya sendiri,” kata Khamin.
Kemat, kata Khamin, juga sangat penakut. ”Kalau keluar rumah, misalnya ke tetangga, pada malam hari, selewat pukul 10 malam saja dia pasti akan minta diantar. Orang penakutnya seperti itu kok dituduh membunuh, jelas kami tidak percaya,” ujar Khamin.
Selain karena sifat-sifat Kemat yang penakut dan dinilai tidak mampu melakukan kekerasan terhadap sesama, Khamin juga yakin Kemat tidak membunuh karena setiap keluarga membesuknya di LP Jombang, Kemat selalu menangis, dan bercerita dirinya tidak membunuh siapa pun.
”Dia mengaku kepada kami, saat di kepolisian tubuhnya dipukuli polisi sehingga terpaksa mengakui perbuatan yang sebenarnya tidak dilakukannya. Kasihan sekali dia,” kata Khamin. Dia dan keluarganya tak habis pikir, bagaimana Kemat yang berperasaan dan berperilaku halus bisa dituduh melakukan pembunuhan.
”Kalau mengingat kejadian dia ditangkap, saya dan istri saya ini pasti menangis karena sedih. Saat itu, sedang enak-enak santai habis makan sahur, menunggu datangnya imsak, tiba-tiba rumah kami didatangi beberapa polisi. Mereka menggelandang anak saya pergi,” tutur Khamin, dengan suara tersendat. Kemat memang ditangkap polisi Oktober 2007, bertepatan bulan Ramadan.
Dengan pengakuan Ryan ini, Khamin meminta hukum bisa segera diluruskan dan anaknya segera keluar dari penjara. ”Anak saya tidak salah kok dihukum sampai belasan tahun. Ini tidak adil,” kata laki-laki tua sederhana itu. (Surya)
No comments:
Post a Comment