Disadur dari Tembi Rumah Budaya
Profesi wartawan sudah dikenal secara luas. Orang pasti tahu, wartawan adalah orang yang menyampaikan warta (informasi) kepada publik dengan menggunakan media. Awalnya orang hanya mengenal media cetak, yang disebut surat kabar dan media audio, yang dikenal dengan nama (R)adio (Republik Indonesia). Namun sekarang, orang bisa menemukan beragam media dan profesi wartawan tidak lagi dipahami seperti sebelumnya.
Karena “semua warga adalah jurnalis”, tanpa kartu pers dan tidak harus bekerja di media cetak maupun di media audio atau audio visual. Namanya pun bukan jurnalis, tetapi bloger.
Dunia media memang mengalami perkembangan yang luar biasa. Orang mempunyai banyak pilihan untuk mengakses media. Selain media konvensional, tersedia pula jenis media lain, seperti internet dan website. Pendeknya, orang seperti telah tenggelam di lautan media.
Ruang blog tersedia di web. Setiap orang bisa membuat blog melalui website dan menyampaikan informasi kepada publik. Ada beragam blog yang bisa diakses, dan tentu saja ada beragam informasi yang bisa didapatkan melalui blog. Dalam kata lain, mencari informasi sekarang sangat mudah. Informasi melimpah bagai air bah di beragam media.
Lalu bagaimana profesi wartawan harus ditempatkan di tengah banjirnya media?
Saya mencoba membaginya dalam dua kategori. Pertama, wartawan yang terikat oleh lembaga media dan hidup dari media bersangkutan serta menjalankan kebijakan perusahaan media. Kedua, wartawan yang tugasnya membanjiri informasi publik tanpa merasa perlu terikat oleh perusahaan media.
Pada kategori pertama kerja jurnalistik adalah sebentuk kerja. Wartawan adalah nama lain dari karyawan yang didalamnya dibagi dalam spesialiasi. Karena itu ada wartawan olah raga, wartawan ekonomi, wartawan budaya dan seterusnya. Pembagian bidang seperti itu menegaskan bahwa wartawan tidak bebas dari hirarki dan struktur.
Pada kategori kedua, yang saya sebut sebagai bloger, kerja jurnalistik didasari oleh kecintaan pada informasi dan komunikasi. Karena saking cintanya, bloger merelakan meluangkan waktu untuk “mencari informasi” guna mengisi blognya. Seperti halnya wartawan yang telah dibagi dalam bidang-bidang, blog pun juga telah membagi-bagi dirinya. Ada blog yang mengkhususkan diri di bidang seni rupa misalnya, namun tidak sedikit blog yang hadir secara lucu, menggelikan dan aneh. Dalam arti, content blog memberi hiburan pada publik yang mengaksesnya.
Dari media blog kita bisa tahu bahwa beragam informasi bisa dicari dan tidak harus melalui media cetak. Blog menunjukkan bahwa media telah memasuki ruang privat, bahkan sering kali abai terhadap sensor. Dalam kata lain, kekuatan sensor yang biasa diperankan oleh negara yang otoriter, kiranya kekuasaan seperti itu akan termangu menghadapi media yang menggunakan jaringan dunia maya.
Watak media memang telah berubah dari sebelumnya. Jika sebelumnya informasi “datang terlambat sehari” setelah peristiwa terjadi, media sekarang bisa menyajikan seketika atas peristiwa yang sedang (dan telah) terjadi. Watak media adalah: serentak, interaktif dan menyebar. Kita bisa bayangkan, ketika di Yogya terkena gempa, dalam hitungan menit peristiwa gempa tersebut telah menyebar secara serentak ke penjuru dunia. Bahkan, orang di lain tempat, termasuk di lain kota dan negara, bisa mendengar korban gempa berbicara di lokasi gempa dan berbincang dengan orang lain yang berada di satu tempat yang jauh.
Pendeknya, blog telah memberi tambahan nama. Yang dulunya dikenal dengan nama wartawan, sekarang tambah satu nama lagi, ialah bloger. Dalam praktek jurnalistik, bloger bisa menyerupai wartawan dalam meliput, tetapi untuk kepentingan publikasi bloger menggunakan ‘ruang’ yang dimilikinya. Sementara wartawan kembali ke perusahaan, di sana ruang media sudah disediakan untuk diisi.
Begitulah, pengisi blog namanya bloger. Pekerja media namanya wartawan atau jurnalis
Ons Untoro
No comments:
Post a Comment